https://transjayaindonesia.com/5-suku-pedalaman-di-indonesia/
Indonesia merupakan negara yang dikenal memiliki keanekaragaman yang sangat beragam, baik keanekaragaman hayatinya ataupun ras, suku bangsa, dan bahasa. Di indonesia sendiri bedasarkan sensus penduduk oleh badan pusat statistik terdapat 1340 suku yang terdaftar di Indonesia, sedangkan suku jawa dinilai sebagai suku dengan jumlah terbbanyak yakni 41 persen dari jumlah populasi di Indonesia. dari banyaknya suku tersebut terdapat beberapa suku pedalaman yang menolak moderenisasi. Berikut Trans Jaya Indonesia merangkum 5 suku pedalaman di Indonesia.
Suku Mante

Suku mante merupakan suku yang berada di Aceh keberadaannya pun masih belum terpecahkan hingga saat ini, selain keberadaannya yang misterius suku mante juga sangat susah untuk ditemukan. Namun keberadaaan suku tersebut pernah tertangakap kamera seorang pemotor dimana video tersebut pernah viral di media sosial. Suku mante dipercaya memiliki tubuh dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran manusia pada biasanya yakni berkisaran antara 60 cm hingga satu meter, dengan rambut terurai panjang dan memiliki kulit berwarna cerah, tubuh berotot dan kasar, serta wajah persegi dengan dahi sempit, kedua alisnya yang tampak menyatu dipangkal hidung yang tampak pesek. Suku ini diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu dan dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya daerah aceh, suku ini juga dipercaya berada dipedalaman hutan belantara aceh dimana mereka tingggal secara nonmadem atau berpindah-pindah dengan menyesuaikan kebutuhan makanan yang tersedia, tempatnya ynag berpindah-pindah dan susah dijangkau oleh manusia menjadikannya semakin sulit untuk ditemui. Pad aabad ke XVIII sepasang warga suku mante pernah tertangkap dan dibawa ke kesultanan aceh, akan tetapi mereka tidak berbicara dan tidak mau makan dan minum, yang kemudian akhrinya mereka meninggal dunia. Hingga saat ini keberadaan suku ini masih menjadi perbincangan para sejarawan.
Suku Korowai

Suku korowai atau juga biasa disebut dengan klufo fyumanop yang diartikan sebagai orang yang biasa berjalan kaki, keberadaan suku ini yakni terdapat di beberapa kabupaten di wilayah adat anim ha di papua bagian selatan yakni berada di kabupatem merauke, boven digoel,asmat dan kabupaten mappi. Suku ini hidup secara nonmadem atau berpindah-pindah, namun merek tidak bisa berpindah kesembarangan tempat mereka hanya berpindah ke tempat yang menjadi ulayatnya. Sedangkan bahasa yang digunakan termasuk dalam rumpun bahasa sungai digul atau seperti bahasa yang dipakai masyarakat papua tenggara, orang korowai sendiri dibedakan menjadi dua macam yakni korowai batu dan korowai besi dimana korowai batu masih menolak moderenisasi, mereka masih menggunakan peralatan yang terbuat dari berbatuan, sengangkan korowai besi yakni masyarakat yang sudah menerima moderenisai yakni mereka sudah menggunakan peralatan ynag terbuat dari besi. Suku korowai sendiri tinggal diatas pohon dengan ketinggian 10 hingga 30 meter dari permukaan tanah, rumah yang terbuat dair kayu, rotan, bilah bambu dan kulit kayu ini dibuat secara bergotong royong, dibangun diatas pohon ini bertujuan untuk menghindari dari serangan binatang buas ataupun seranagn dari suku lain. Suku kororwi ini menjadikan gigi anjing sebagai mahar pernikahannya, sedangkan perayaanya mereka merayakan dengan melakukan pesta sagu, perta sagu ini tidak hanya digunakan untuk perayaan pernikahan tetapi juga bebrapa hal yang perlu dirayakan seperti kelahiran bayi atau juga beberapa hari yang menurut mereka pelu dirayakan. Suku korowi juga dipercaya masih mempercayai bahwa kematian itu berasal dari penyihir sehingga mereka juga terkenla kanibalisme yang sering digunakan untuk memakan seseorang yang mereka anggap sebagai penyihir.
Suku Tobelo

Suku tobelo merupakan suku yang berada di daerah semenanjung bagian utara pulau hamahera dan juga ada di sebagian daratan pulau morotai. Sebagian lagi hidup tesebar sampai ke pedalaman Halmahera, seperti ke daerah patani , weda dan gane gahkan juga ada yang sampai di kepulauan raja ampat. Sedangkan daerah asli mereka yakni masih berada di kecamatan galela di kabupatn maluku utara provinsi maluku. Suku ini memiliki jumlah yang terbilang cukup banyak yakni terdapat 20.000 jiwa yang menjadi bagian dair suku ini. Mata pencaharian utama orang tobelo yakni bertani dengan menanam padi dan jagung, tanaman lainnya meliputi sayur, kacang-kacangan, pisang dan tebu. Mereka juga menanam cengkih, damar dan juga kelapa, sedangkan untuk hasil hutannya seperti rotan dan damar. Selain itu mereka juga menangkap ikan dilaut dan berburu binatang liar seperti rusa dan babi hutan. Suku tobelo ini sangat dekat dengan alam sehingga kebanyakan bayi yang lahir diberi nama sesaui dengan nama pohon yang berdekatan dengan mereka ketika sedang dilahirkan. Bahkan bagi mereka yang meninggal dunia jasadnya akan diletakkan didekat pohon, namun kebanyakan dari mereka menganut agama kristen protestan.
Suku Sakai

Suku sakai merupakan suku yang tinggal di kedalaman riau tepatnya mereka meninggali beberapa wilayah diantaranya yakni kandis, balai pungut, minas, kota kapur, sungai siak, duri, dan juga hulu sungai pait. Suku saka juga hidup dengan berpindah-pindah yakni mereka membuat sebuah pondok yang dapat dibongkar, sehingga mereka juga sering meninggalkan jejak setelah meninggalkan tempat tinggal mereka yakni biasanya mereka meninggalkan jejak berupa benda-benda yang mereka gunakan untuk mencari makan. Masyarakat suku sakai hidup secara berkelompok, biasanya mereka tinggal di hutan yang masih berdekatan dengan pesisir sungai. Masyarakat suku sakai sangat menghormati hutan mereka juga memiliki peraturan yang harus ditaati para pengikutnya, dimana mereka dilarang ,menebang pohon, jika mereka menebang mohon mereka akan dikenakan denda dengan membayarkan sejumlah uang yang harganya setara dengan emas berukuran tertentu, ukuran tersebut ditentukan sesaui dengan usia pohon yang ditebang. Merek ajuga memiliki tradisi berupa acara adat pada saat kelahiran, kematian dan juga perkawinan. Mereka juga hidup dengan bantuan alat yang mereka buat dengan kulit kerbau yang dikeringkan atau biasa disebut dengan timo, timo sendiir merek agunakan untuk menampung madu hutan, tak hanya itu mereka juga membuat alat yang diberi nama gegalung galo yang digunakan untuk menjepit ubi yang kemudian akan dikumpulkan saripatinya untuk dimakan.
Suku Polahi

Suku polahoi merupakan suku terdalam yang berada di hutan gunung boliyohuto gorontalo, masyarkat suku polahi dikenal sangat tertutup mereka hidup dengan mengandalkan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada disekitarnya. Suku polahi ini dikenal memiliki tradisi yang cukup unik yakni perkawinan sedarah atau incest pernikahan tersebut bisa siantara bapak dan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, bahkan saudara laki-laki dengan saudara prempuannya. Tradisi ini terjadi karena masyarakat polahi sangatlah tertutup sehingga tidak menerima edukasi dan mereka juga tidak menganut agama apapun, pola hidup yang berpindah-pindah serta tidak menerima interaksi dari luar sehingga berdampak pad pernikahan sedarah untuk keberlanjutan generasinya. Namun anehnya dari perkawinan sedarah ini keturunan yang mereka hasilkan normal atau tidak ada yang cacat dimana hal tersebut tidak sesaui dengan ilmu medis dimana dalam ilmu trsebut menyatakan bahwa anak hasil perkawinan sedarah akan kekurangan variasi dari DNAnya sehingga anak yang dihasilkan akan memiliki peluang terjadinya penyakit genetik. Akibatnya dari hal tersebut sangat sulit untuk mengetahui jumlah kepala keluarga dari kelompok suku polahi tersebut. Kelompok besar suku polahi ini terdapat di kaki gunung dan muali berinteraksi dengan masyarakat, namun kelompok terkecil yang paling ekstrem tinggal dan hidup di wilayah terdalam gunung boliyohuto, gorontalo.
Itulah beberapa suku di Indonesia yang hidup jauh dari peradaban manusia, dengan hidupnya yang nonmadem atau berpindah-pindah sehingga sangat sulit untuk dijumpai.
